Karena
nila setitik rusak susu sebelanga. Ibaratnya tauhid adalah susu murni,
dan non tauhid adalah nila, meskipun sebanyak sebelanga susu murni namun
cukup dengan nila setitik saja rusaklah susu sebanyak sebelanga itu.
Begitulah sifat agama tauhid ini, dan begitulah sifat agama fitrah.
Bagaimanapun juga islam adalah agama
fitrah, islam adalah agama suci, dan islam tidak bisa dicampur adukkan
dengan kesyirikan atau kekufuran, karena islam bersumber dari tauhid,
sedangkan kesyirikan dan kekufuran bersumber dari non tauhid. Ibaratnya
tauhid adalah susu murni, dan non tauhid adalah nila, meskipun sebanyak
sebelanga susu murni namun cukup dengan nila setitik saja rusaklah susu
sebanyak sebelanga itu. Begitulah sifat agama tauhid ini, dan begitulah
sifat agama fitrah.
Ironisnya kaum mislimin banyak yang tidak
memahami nafas agama suci ini yang tidak bisa menerima pencampuran, kaum
muslimin justru mencampur adukkan kedalam agama fitrah ini nila-nila
kesyirikan dan kekufuran berupa budaya-budaya yang bersumber dari
kesyirikan dan kekufuran. Mereka tidak memahami bahwa islam itu butuh
kafah, islam butuh totalitas, dan islam tidak bisa menerima pencampuran.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. 2 : 208)
Setiap muslim yang kurang percaya diri dan menjadikan budaya non
muslim atau syirik masuk dalam ritualisasi agamanya, maka pada dasarnya
ia beragama dengan tidak kafah, karena masih mencampur adukkan agamanya
dengan sesuatu diluar islam. Dan barang siapa masih berbuat demikian
berarti ia telah mengikuti langkah-langkah setan yang menghendaki
manusia, terutama umat islam, tidak kafah dalam beragama.
Sayang, karena kelalaian dan
kesembronoan serta penyimpangan sebagian orang yang dianggap tokoh
agama, ulama, kyai, ustad, habib, syaikh, dan sebagainya, menjadikan
budaya kafir makin diminati dan makin membudaya ditengah-tengah
masyarakat. Umat islam lupa bahwa Nabi saw. telah memberi peringatan
tentang ulama akhir zaman yang disebut-sebut sebagai manusia paling
buruk, karena dari mulut mereka keluar fitnah, yaitu ajara yang
melegitimasi kesyirikan dan kekufuran.
“Dari Ali bin Abi
Thalib ra. berkata : “Rasululloh saw. bersabda : “Akan datang pada
manusia suatu zaman dimana para ulama adalah seburuk-buruk mahluk di
kolong langit, (karena) dari mereka (para ulama itu) keluarlah fitnah,
dan fitnah itu akan kembali kepada mereka (baik umat maupun ulama itu
sendiri).” (Baihaqi)
Berbagai Budaya Yang Diadopsi Dari Budaya Syirik
Tidak sedikit peribadatan umat islam di Indonesia yang mengadopsi
budaya syirik dan kufur, ironisnya dengan sentuhan seorang oknum islam
menjadilah budaya syirik dan kufur itu menjadi 'seolah-olah' budaya
islam, apalagi dibumbui dengan predikat ajaran wali dan sebagainya yang
masih banyak tanda tanya, maka menjadilah masyarakat muslim terjerumus
kedalam pengamalan budaya orang-orang syirik dan kufur, tanpa mereka
sadari, bahkan mereka banggai.
a. Tumpengan.
Salah satu acara atau budaya umat islam yang banyak dilakukan
adalah tumpengan, ketika ada acara apapun biasanya mereka tidak
melepaskan diri dari tumpengan. Sungguh tidak bisa dipahami apa maksud
dari budaya ini, tetapi yang jelas tumpengan adalah budaya yang
dilakukan oleh orang syirik dan jelas-jelas untuk kesyirikan.
Sebagaimana diketahui tumpeng merupakan budaya hindu, bukan budaya
islam, tumpeng merupakan simbolisasi dari tri murti, dewa-dewa orang
hindu. Tumpeng juga simbolisasi tempat bersemayam Dewa-Dewa Hindu.
(dumarcay 1986, 89 91)
b. Nglarung.
Prosesi nglarung sungguh masih banyak kita jumpai pada masyarakat muslim
terutama yang tinggal di daerah pesisir, tujuannya tak lain dan tak
bukan adalah memohon keselamatan, kesejahteraan, rasa syukur, dan
sebagainya. Kepada siapa tujuannya ? Kepada Alloh dan kepada danyang
atau penunggu, atau ruh yang menguasai. Mereka beranggapan dan
berkeyakinan jika tidak melakukan itu maka (bukannya Alloh yang marah
tetapi) ruh, danyang, sang penunggu dan jin-jin itu akan marah dan tidak
memberi perlindungan.
Acara ini biasanya dipimpin oleh tokoh
agama islam atau ulama setempat, yang disertai dengan pembacaan doa dan
lain-lain. Padahal nglarung jelas-jelas merupakan budaya milik umat
hindu, islam tidak pernah ada hal demikian. Tujuannya pun juga sama
untuk memohon keselamatan kepada dewa-dewa mereka yang mana jika tidak
dilakukan dewa akan marah dan tidak melindungi.
c. Slametan/kenduri.
Kenduri berasal dari bahasa asli Genduri, yaitu suatu upacara yang
berasal dari agama hindu (islam tidak mengenal kenduri), suatu upacara
yang ditujukan kepada para dewa untuk menjauhkan dari kesialan,
mendapatkan pertolongan, perdamaian, kemulyaan, keberhasilan, dan
sebagainya. Caranya dengan mengadakan sesaji atau persembahan berupa
makanan, ingkung, dan sebagainya. Orang hindu meyakini dengan diadakan
kenduri maka mereka akan dijauhkan dari kesialan, mendapatkan
pertolongan, perdamaian, kemulyaan, keberhasilan, dan sebagainya. Dan
jika tidak melakukan itu maka akan terjadi kesialan, peperangan,
kegagalan, dan sebagainya.
Sekarang mari kita bandingkan dengan
masyarakat muslim yang melakukan kenduri, kenapa mereka melakukannya ?
Jawabnya sama tujuannya. Ketika ditanya bagaimana jika tidak melakukan ?
Jawabnya tentu takut terjadi hal-hal yang buruk. Tidakkah sama dengan
mereka (orang hindu) tujuannya ? (kitab Siwa Sasana, bab Panca Maha
Yatnya, kitab Sama Weda hal. 373)
d. Upacara kematian.
Belum lagi acara-acara diseputar kematian, seperti 3 hari, 7 hari,
40 hari, 100 hari, 1000 hari. Ngijing, brobosan, payung kematian, pisau
diatas mayit, berbagai macam kembang untuk hiasan mayit dan ditaburkan,
sebar uang receh, memotong kelapa, peti mati, dan semua hal seputar
kematian yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat muslim itu
sesungguhnya merupakan budaya hindu, budaya orang syirik dan kafir.
Namun sungguh ironis, dengan sentuhan doa, bacaan, dan logika-logika
yang amburadul dari para tokoh agama, menjadilah semua itu terkesan
islami. (kitab Weda Smerti, hal. 99)
e. Upacara perkawinan
Bahkan dalam setiap upacara perkawinan yang digelar oleh sebagian
besar masyarakat muslim di negeri ini tidak lepas dari ritual dan budaya
orang kafir dan syirik, ritual, budaya dan peribadatan hindu. Sebut
saja mencari hari baik untuk nikah, Penjor, Kembar mayang, injak telur,
kembulan, dan masih banyak lagi upacara dan tatacara pernikahan yang
semuanya berasal dari budaya dan keyakinan kafir dan syirik. (kitab
Yajur Veda dan Bhagavad Gita)
f. Upacara kalahiran
Demikian pula berbagai macam upacara seputar kelahiran, seperti
mitoni, tingkeban, telonan, upacara ari-ari, dan sebagainya, tidak
terlepas dari keyakinan dan budaya agama hindu yang jelas-jelas
kesyirikannya. Namun karena dikemas dengan tambahan doa dan bacaan
Qur'an sehingga terkesan sudah islami, padahal islam tidak pernah
mengajarkan seperti itu, bagaimana bisa dianggap islami ? (kitab
Upadesa, Ida Bagus Oka Punia Atmaja)
Benarkah Diperbolehkan Mengadopsi Budaya Kafir/Syirik ?
Seharusnya umat islam malu dan tobat diri, betapa tanpa permisi
telah menjiplak dan mencuri budaya kafir dan syirik serta diaku dari
islam, diaku sebagai budaya islam karena diajarkan oleh para wali,
padahal teks sejarah dan keilmiahan yang terkandung dalam sejarah itu
masih simpang siur karena minimnya data-data ilmiah. Dan yang lebih
penting dari itu, semua budaya, ritual dan peribadatan diatas adalah
bukan milik islam, tidak diajarkan oleh islam.
Lalu bisakah
berubah menjadi islam dengan dibumbui islam ? Jawabnya tegas, tidak bisa
!! Nabi saw. tidak pernah mau kompromi sedikitpun terhadap budaya kafir
dan syirik. Bahkan nebeng tempat kesyirikan saja oleh Nabi dilarang
apalagi sampai melakukan dan mengadopsi budayanya, tentu makin dilarang.
“Dari Tsabit bin Dhahhak ra. berkata : “Pada masa Rasulullah saw.
ada seorang bernadzar hendak menyembelih unta di Buwanah (nama sebuah
tempat), lalu ia menemui Rasulullah saw. dan menanyakan hal itu. Lalu
Beliau saw. bertanya : "Apakah di situ pernah ada berhala yang
disembah?”. Ia menjawab : “Tidak.” Beliau bertanya lagi : “Apakah di
situ pernah dirayakan hari raya mereka? (orang musyrik).” Ia menjawab :
“Tidak.” Beliau bersabda: "Penuhilah nadzarmu, sesungguhnya nadzar itu
tidak boleh dilaksanakan bila ia mendurhakai Allah, memutuskan tali
persaudaraan, dan nadzar pada suatu benda yang tidak dimiliki oleh
manusia.” (Abu Dawud)
Lihatlah ketegasan Nabi dalam soal
penyembahan dan budaya orang syirik, Nabi benar-benar melarang dan
memutus hubungan dengan penyembahan dan budaya orang syirik. Bahkan Nabi
menyatakan beribadah ditempat yang pernah dijadikan sebagai perayaan
budaya orang syirik saja dianggap sebagai mendurhakai Alloh. Kenapa Nabi
tidak membolehkan saja toh pasti sahabat tadi dalam melakukan
penyembelihan memakai tatacara islam ? Karena ternyata legitimasi islam
dalam peribadatan dan budaya syirik itu tidak ada.
Barang siapa meniru ia akan menjadi
Rasul saw. telah bersabda dalam hadis sahih :
"Barang siapa yang tasyabbuh (menyerupai) pada suatu kaum maka ia (akan menjadi) termasuk kaum tersebut.” (Abu Dawud)
Al-Qari rahimahullah berkata dalam mengomentari hadis diatas :
"Siapa yang menyerupai orang-orang kafir (atau orang musyrik)
semisal dalam berpakaian (dalam budaya) dan selainnya. Atau ia
menyerupai orang-orang fasik, atau orang-orang fajir (jahat) atau dengan
pengikut tashawwuf (maka ia termasuk seperti mereka) atau menyerupai
orang-orang yang berbuat kebaikan (maka iapun juga termasuk orang yang
berbuat kebaikan). (Barang siapa meniru pasti akan menjadi) yakni dalam
dosa ataupun dalam kebaikan." ('Aunul Ma'bud, 11/51)*
diambil dari : www.majalahfurqon.com